Sabtu, 26 Maret 2011

Menjinakan Satwa Liar

Hanya segelintir spesies hewan liar yang berhasil dibiakkan sebagai hewan peliharaan. Penyebabnya, menurut para ilmuwan, terletak dalam gennya.

Oleh EVAN RATLIFF
Foto oleh VINCENT J. MUSI
"Halo! Apa kabar?" ujar Lyudmila Trut, sambil menjangkau ke bawah untuk membuka selot pintu kandang kawat berlabel "Mavrik". Kami berdiri di antara dua baris panjang kandang seragam di sebuah peternakan tak jauh di luar kota Novosibirsk, Siberia selatan, dan sapaan pakar biologi berumur 76 tahun itu tidak ditujukan kepada saya tetapi kepada penghuni kandang itu yang berbulu. Walaupun saya tidak bisa berbahasa Rusia, saya mengenali nada sayang dalam suaranya yang digunakan pemilik anjing saat berbicara kepada peliharaannya.

Mavrik, objek perhatian Trut, seukuran anjing gembala Shetland, dengan bulu jingga sarangan dan oto putih di bagian depan tubuhnya. Dia membalas dengan memainkan perannya: mengibaskan ekor, berguling-guling, mendengus penuh semangat karena dikunjungi. Di kandang lain yang berjajar di kedua sisi bangsal sempit tak berdinding itu, puluhan Canidae melakukan hal yang sama, menyalak riuh rendah tak terkendali. "Seperti yang kita lihat," ujar Trut di tengah hiruk-pikuk itu, "semuanya ingin dekat dengan manusia." Namun, hari ini Mavriklah yang beruntung. Trut menjulurkan tangan dan mengangkatnya, lalu menyerahkannya kepada saya. Hewan yang saya gendong dan menggigit tanganku dengan lembut itu sama jinaknya dengan anjing-piaraan kecil mana pun.

Tetapi, Mavrik sebetulnya sama sekali bukan anjing. Dia rubah. Tersembunyi di lahan yang tak terawat ini, di tengah hutan pohon perak dan terkungkung gerbang besi berkarat, ia dan beberapa ratus anggota keluarganya merupakan populasi rubah perak domestikasi satu-satunya di dunia. (Kebanyakan memang berbulu perak atau abu-abu gelap; bulu Mavrik yang berwarna sarangan jarang ada.) Dan yang saya maksud "domestikasi" bukanlah ditangkap kemudian dijinakkan, atau dibesarkan oleh manusia dan kemudian melalui makanan belajar menenggang belaian manusia sesekali. Yang saya maksud adalah dibiakkan untuk menjadi peliharaan, sejinak kucing atau anjing peliharaan Anda. Bahkan, ujar Anna Kukekova, peneliti Cornell yang mempelajari rubah, "bagi saya hewan ini sangat mirip dengan golden retriever, yang pada dasarnya tidak tahu bahwa ada orang baik, orang jahat, orang yang pernah mereka temui sebelumnya, dan orang yang belum pernah mereka temui." Rubah ini memperlakukan semua manusia sebagai calon teman, sebuah perilaku yang merupakan hasil percobaan pemuliaan yang dianggap sebagian pihak paling luar biasa.

Ini dimulai lebih dari setengah abad lalu, ketika Trut masih mahasiswa pascasarjana. Dipimpin seorang ahli biologi bernama Dmitry Belyaev, para peneliti di Lembaga Sitologi dan Genetika tak jauh dari situ mengumpulkan 130 rubah dari peternakan kulit bulu. Mereka kemudian membiakkannya dengan tujuan menciptakan-ulang evolusi serigala menjadi anjing, transformasi yang mulai terjadi lebih dari 15.000 tahun yang lalu.
GOOGLE VoiceSearch : Aplikasi Peranti Bergerak Berbasis Suara

Mengadaptasi dari meningkatnya penggunaan perangkat telepon seluler pintar (smartphone), baru-baru ini Google merilis aplikasi terbaru: Google VoiceSearch berbahasa Indonesia.
Sesuai namanya, Google VoiceSearch mengandalkan suara manusia sebagai sumber masukan (input). Alasan utamanya adalah mengoptimalkan penggunaan suara sebagai media komunikasi manusia yang paling mendasar.
Sampai dengan tulisan ini dibuat, Google mengintegrasikan aplikasinya tersebut ke dalam 3 sistem operasi: iPhone, BlackBerry, dan S60 3rd Edition (platform peranti lunak pada sistem operasi Symbian). Khusus untuk yang terakhir, Google secara tertulis menyebutnya "Nokia S60 V3".
Dalam penjelasan yang telah dilakukan pihak Google, aplikasi ini sanggup 'memperbaiki diri' terhadap segala keunikan bahasa Indonesia: homograf, homofon, dan perbadaan aksen Bangsa Indonesia. Pembelajaran tersebut dilakukan berdasarkan suara-suara yang dikirimkan penggunanya, sehingga tak hanya sebagai sumber masukan pencarian namun juga mempertambah koleksi data keragaman bahasa Indonesia dalam format suara.
Daripada menyebutnya sebagai kemudahan, saya lebih tertarik menyebut aplikasi ini sebagai pilihan yang bertolok dari pengalaman penggunanya. Dalam demo yang telah dilakukan sebelumnya, tingkat akurasi keluaran (output) disesuaikan dengan tingkat kebisingan lingkungan, sehingga sangat dimungkinkan terjadi kesalahpahaman interpretasi oleh mesin terhadap suara kita.
Meski begitu, aplikasi ini terbilang ringan karena hanya berupa user interface atau jendela pengubung antara perangkat seluler dengan komputer milik Google. Tertarik mencobanya? Silakan mengunjungi http://www.google.com/mobile/voice-search/.

Kamis, 17 Maret 2011

Launching

Ini blog baru yang berisikan segala hal yang positive aja dah..
yang emang paling berguna dah buat hidup...

hahahahahahahahaha